Orang Minang Break Dance, Si Bule Randai di Depan PenontonOrang Minang Break Dance, Si Bule Randai di Depan Penonton

Spanduk yang terpampang di Taman Budaya Padang itu benar-benar bisa membuatku berketetapan untuk menyusun kembali jadwal perjalanan wisata yang sudah disepakati begitu tiba di Padang. Aku cuma punya waktu lima hari untuk berkeliling ke beberapa kabupaten di Sumatera Barat, jadi oleh karena itu jadwal disusun dengan ketat, sehingga tidak ada tujuan yang bakal terlewat.
Beberapa hal penting pada spanduk tersebut terbaca dan terekam dalam ingatanku : “Randai Dunia, Senin 2 mei 2011, pkl 20:00″. Padahal pada hari Senin tersebut kami sudah berencana akan memulai perjalanan memburu rumah Gadang ke Kabupaten Solok Selatan, namun berdasarkan perhitungan waktu, tidak akan mungkin kami sudah berada di Padang lagi pada jam 8 malam, maka jadwal harus dikaji ulang, harus dicari lokasi wisata yang memungkinkan kami jam 7 sudah berada lagi di Padang, makan malam lalu ke Taman Budaya untuk menyaksikan pagelaran Randai Dunia. Akhirnya semua sepakat untuk berwisata ke Sawah Lunto saja .
Hari Senin pagi kami berangkat ke Sawah Lunto, kota Tambang tua.
Dalam agenda tercantum beberapa tempat yang dikunjungi, diantaranya adalah Museum Kereta Api Sawah Lunto, Lubang tambang Mbah Soero, Goedang Ransoem dan beberapa tempat wisata lainnya yang terdapat di kota tambang Batubara. Tapi ternyata pada hari Senin, Museum ditutup untuk umum.
Sontak kami berseru kecewa “yaaaahhhh….!”
Tidak mungkin kami kembali tanpa membawa cerita apa-apa mengenai kota ini karena gagal berwisata sejarah di kota yang dikenal multi etnis karena dalam sejarah pertambangan batubara jaman kolonial Belanda dulu, para pekerja tambang berasal dari berbagai daerah di Nusantara.
” Bun, aku sudah bicara dengan petugas museum supaya kita diijinkan masuk. Bundo coba bicara dengan kepala museumnya ya” Pandeka menyerahkan urusan merayu kepadaku.
Seperti Biasa, dengan kamera yang dikalungkan ke depan dada, dan bergaya ala pemburu berita, aku menghampiri bapak Adrial, Kepala Museum Gudang Ransoem.
Lalu aku mulai menjelaskan bahwa kami datang dari jauh, anggota rombongan selain berasal dari Padang, juga ada yang dari Jakarta, Tangerang dan Banjarmasin, kami semua mempunyai perhatian yang besar terhadap pariwisata Sumatera Barat dan terobsesi untuk ikut mempromosikannya, karena tau bahwa banyak daerah di Sumatera Barat yang memiliki potensi untuk dijual yang pastinya akan menarik minat para wisatawan Nusantara bahkan wisatawan mancanegara untuk mengunjunginya. Apakah untuk sekedar berekreasi menikmati keindahan alamnya yang tidak kalah dengan Bali, atau mempelajari seni dan Kebudayaan serta sejarah Kerajaan Minangkabau melalui peninggalan-peninggalannya.
Dan kami menjelaskan bahwa tidak mungkin kami kembali di hari lain, mengingat keterbatasan waktu yang itu juga berarti harus membatalkan satu hari perjalanan yang sudah dijadwalkan begitu ketat.
Mendengarkan penjelasan yang mungkin begitu meyakinkan, akhirnya Kepala Museum mengizinkan kami untuk melihat-lihat koleksi museum tanpa perlu membeli tiket masuk dan bahkan beliau menginstruksikan salah satu stafnya untuk memandu, dan saat akan pulang masih pula dihadiahinya VCD profile Gudang Ransum dan museum kereta api sebagai referensi bahan tulisanku nanti.
Akhirnya seluruh rencana dapat berjalan seperti yang telah direncanakan semula, Alhamdulillah. Sebelum jam 8 kami sudah sampai kembali di ibu kota provinsi Sumatera Barat. Beramai-ramai akan menonton randai.
Sesampai di Taman Budaya, aku bertanya “Kok sepi ya?”. di salah satu tempat kami melihat beberapa anak muda sedang berlatih tari patah-patah, berputar dengan kepala di bawah, sementara panggung tempat pagelaran randai belumlah ramai.
1307391389575163550

Aku berfikir, apakah orang Minang sudah tidak tertarik, sudah tidak peduli lagi atau sudah bosan karena kesenian randai yang dikatakan memiliki nilai etika dan estetika Minangkabau dan merupakan gabungan beberapa kesenian, antara lain seni tari, pencak silat, seni musik, dialog seperti dalam sandiwara ini sering dipertunjukkan?
Jawabnya entahlah!
Yang pasti penontonnya sedikit. Tetapi itu tidak lantas membuat kami berbalik arah dan batal nonton.
Terus terang aku pun sendiri belum pernah melihat pertunjukan randai yang dikatakan sebagat teater tradisi Minang, apalagi Na Lesmana yang tinggal di Tangerang dan bukan orang Minang.
Nony yang berasal dari Banjarmasin dan sudah beberapa kali berkunjung bahkan sudah pernah ke Istana Pagaruyung pun belum pernah menyaksikan pertunjukan kesenian yang biasa dibawakan secara berkelompok ini.
13073918011944366011

Randai adalah kesenian yang dimainkan secara berkelompok, satu dua orang akan berperan sebagai tokoh sentral sementara yang lain duduk berjajar (biasanya melingkar).
Sesekali orang yang ada dalam lingkaran tersebut akan melontarkan ucapan yang akan membuat suasana cerita menjadi riuh, gempar.
1307391894624945177

jadi ingat teaternya Mad Solar, agak mirip-mirip itulah randai dalam penilaianku, bedanya disini ada unsur tari yang banyak mengambil gerakan-gerakan pencak silat, ada alat musiknya: Rabab, saluang, bansi, gendang, rebana, bahkan tepukan tangan, serta dialognya lebih terdengar seperti berpantun, kadang gurindam didendangkan.
Satu orang akan menyampaikan cerita dengan bernarasi, umumnya cerita-cerita rakyatlah yang dibawakan, seperti Cindua mato, Anggun Nan Tongga
Malam itu, randai dimainkan oleh mahasiswa darmasiswa ISI Padangpanjang yang berasal dari beberapa negara seperti Italia, Amerika, Vietnam, Swedia, Granada-Karibia yang telah menyelesaikan masa perkuliahan disana. Ooh..pahamlah aku, maksudnya randai dunia adalah itu, randai dimainkan oleh mahasiswa dari beberapa negara di dunia. Kecewa? Tidak lah.
Mereka berjumlah 9 orang, membawakan cerita tentang kehidupan mahasiswa dalam bahasa Minang, logatnya terdengar lucu dan kerap mengundang tawa penonton. Tetapi gerak tarinya sungguh memukau, lincah dan energik.
1307393057628130828
Melangkah berputar dengan langkah yang lebar, menepuk-nepuk bagian celana menimbulkan bunyi-bunyian di tingkahi suara Haap…yea…
Lalu mereka kembali bernyanyi sahut-sahutan sambil bergerak dalam lingkaran, sebentar terdengar teriakan Hishh…yang sepertinya memberi tanda untuk mengubah gerakan.
1307393204870851923
Mereka yang mengambil pelajaran seni musik, kemudian menarikan tari piring yang dilanjutkan pencak silat, dua orang wanita bule bertarung dengan menggunakan senibela diri tradisional, Pencak Silat.
13073933331371186807
Selagi dua orang menari, seorang kemudian menampilkan ketrampilannya melukis. Tarian selesai, selesai pula lukisan, yang secara spontan mendapatkan hadiah tepuk tangan.
Rababpun dimainkan
1307393445494927990
Lucu juga kalau dilihat, yang orang Minang belajar Break dance, si Bule malah bangga mempersembahkan randai kehadapan audiens, itu pula yang kemudian dibahas oleh Bp Wisran Hadi yang juga ikut menonton pada malam itu.
13073935342113676929

13073936171115120370
bersama pemain