Fatner


Pengikut

Restoran Padang Pertama dengan Konveyor Raih MURI

Rumah Makan Padang Ini Masuk Muri

Biasanya, gaya penyajian masakan di restoran khas Padang, Sumatra Barat, identik dengan banyaknya menu berikut piring di atas meja pengunjung. Nah, hal itu sepertinya mulai ditinggalkan di Semarang, Jawa Tengah. Pasalnya, untuk kali pertama, sebuah restoran Padang di Kawasan Jalan Depok, Semarang, berinovasi dalam penyajian menu masakannya dengan menggunakan meja berjalan atau konveyor.



rumah makan padang
 
Dari pantauan SCTV, Jumat (4/3), cara kerja konveyor adalah piring berisi menu masakan Padang bergerak mendekat ke pengunjung. Sehingga, menu yang dipilih tinggal diangkat oleh pengunjung dan ditaruh di meja masing-masing. Hal itu ternyata membuat penyajian menu masakan jadi lebih praktis. Pasalnya, meja makan pengunjung tidak dipenuhi dengan bermacam piring menu masakan.

Setiap piring berisi menu masakan Padang, diberikan warna berbeda. Masing-masing warna mempunyai arti petunjuk harga menu tersebut sehingga pengunjung bisa menyesuaikan makanan yang diinginkan dengan isi dompetnya. Sang pengelola restoran Padang tersebut, Faisal Idris menjelaskan, penggunaan konveyor tersebut menjadi bukti bahwa makanan tradisional khas Indonesia juga mampu berinovasi sesuai dengan perkembangan teknologi.
 
padang plus
 
Terobosan penggunaan meja berjalan atau konveyor dalam restoran Padang ini pun berhasil menorehkan prestasi dengan mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai restoran Padang yang kali pertama menggunakan teknologi konveyor.(BJK/YUS)
 
Source: liputan6.com
Minggu, Juni 26, 2011 | 0 komentar |


Masakan Enak Termurah di Sydney: Nasi Padang

http://media.vivanews.com/thumbs2/2010/09/06/95839_masakan-khas-padang_300_225.jpg

Sebuah restoran di Distrik Kensington diberi predikat 'makanan murah terbaik di Sydney'. Namanya Pondok Buyung. Restoran itu menjual masakan Padang.

Tak ada minuman alkohol yang disediakan, dekorasi ruangan terkesan ala kadarnya, namun harganya sangat terjangkau untuk ukuran kantong orang Australia. Nasi dengan dua lauk dan sayuran dibanderol 9,5 dolar Australia atau setara dengan Rp84.547.

Pondok Buyung masuk dalam daftar makanan terbaik Sydney yang dimuat buku  'Everyday Eats 2011' yang diterbitkan hari ini. Buku ini mendata makanan terbaik, di kota tersibuk di Australia tersebut, yang harganya di bawah 30 dolar Australia atau setara Rp266.900.

Buku ini diterbitkan oleh Fairfax Books yang bekerja sama dengan  Sydney Morning Herald Good Food Guide. vSementara itu, kedai 'Spice I Am' di Surry Hills mendapat predikat juara alias terbaik versi 'Everyday Eats 2011'. Penghargaan lain diberikan dalam kategori sarapan terbaik dan makanan vegetarian.

Pemilik Pondok Buyung, Peter Sjarief, mendiskripsikan makanannya sebagai "100 persen makanan asli Indonesia". Para pembeli bisa memilih dari 20 lauk yang tersedia, ada rendang, ikan berempah, sampai kari otak sapi. Juga ada tempe dan bayam berkuah santan.

Sjarief yang asal Sumatera Barat bermigrasi ke Australia pada 1976. Restorannya ini sudah beroperasi selama 20 tahun. Hebatnya, selama itu, harga makannanya baru naik sekali, dari 5,5 dollar ke 9,5  dollar Australia per paket. Sjarief mengatakan, ia bisa mempertahankan harga murah karena ini adalah bisnis keluarga.

Soal rasa makanan, Sjarief bersyukur,  naiknya kunjungan turis Australia ke Bali membawa pengaruh ke lidah mereka yang sudah mengecap kuliner Indonesia. Itu sangat membantu bisnisnya.

"Saya tidak melakukan apapun untuk promosi, ini menyebar begitu saja dari mulut ke mulut," kata dia seperti dimuat syrney Morning Herald, Selasa 22 Februari 2011. "Yang jelas, kualitas harus dipertahankanHarus ada standar yang baik, ini tentang bekerja keras."

Source:
Minggu, Juni 26, 2011 | 0 komentar |


Orang Minang Paling Berisiko Dislipidemia

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTV1Kl7lx_ohHnwDLHtq4PMV_hIll6tQoB4Gysmwr4izkOer1fcVQ

Ragam masakan Masyarakat Minangkabau yang banyak berbahan santan dan daging membuat asupan lemak jenuh mereka lebih tinggi dibanding suku-suku lain di Indonesia.

Hal itu terungkap lewat penelitian tahun 2007 yang dilakukan dr Ratna Djuwita dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ia melakukan riset mengenai asupan nutrien pada empat suku, yakni Minangkabau, Sunda, Jawa, dan Bugis.

"Rata-rata asupan lemak orang Indonesia sudah memenuhi pedoman gizi, tetapi kualitasnya masih buruk karena lebih banyak lemak jenuhnya," katanya dalam acara seminar bertajuk "Pentingnya Lemak Esensial dan Manfaatnya untuk Tubuh" di Jakarta, Sabtu (12/2/2011).

Rasio asupan lemak yang sehat, kata Ratna, adalah satu banding satu antara asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA), asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid/PUFA), asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA). Dalam kombinasi yang tepat yakni 1:1:1, asupan makanan relatif akan lebih menyehatkan.

"Dari total 30 persen lemak yang harus kita konsumsi tiap hari, sebaiknya SAFA tidak lebih dari 10 persen dan 20 persen, lemak tak jenuh yang terdiri dari PUFA 6-10 persen, dan MUFA 10 persen," katanya.

Kelebihan SAFA akan meningkatkan berbagai risiko kesehatan yang dipicu oleh dislipidemia. Dislipidemia adalah gangguan kesehatan akibat kelainan lemak dalam darah. Pada dislipidemia, kadar lemak-lemak jahat seperti kolesterol LDL dan trigliserida mengalami peningkatan. Sebaliknya kadar lemak yang baik, yaitu kolesterol HDL, justru mengalami penurunan.

"Orang Minang tingkat dislipidemianya lebih tinggi dibanding 3 suku lainnya," kata Ratna.

Dari penelitian terungkap, asupan SAFA orang Minang berasal dari santan, minyak goreng, daging, telur, dan daging unggas. "Orang Jawa dan Sunda suka makan santan juga, tetapi tidak sekental masakan Minang. Selain itu, pola makanan Jawa dan Sunda banyak sayuran, tahu, dan tempe," kata dosen dari Ilmu Gizi FKUI ini.

Hasil penelitian Ratna tersebut sama dengan RISKESDAS tahun 2007 yang menemukan rasio asupan lemak jenuh dan tidak jenuh orang Indonesia belum seimbang. "Rasionya masih kurang dari 1, terbanyak masih SAFA," imbuhnya.

Source:kaskus
Minggu, Juni 26, 2011 | 0 komentar |


Sia yang Manyabuik ko Keceknyo Orang Minang Keturunan Yahudi ?

Sempat Terguncang lho Emosi Wak, Setelah Wak Membaco Artikel Dari Blog Lain...


Sekarang ini lagi marak isu tentang Israel dan bangsa Yahudi, bahkan di Indonesia Israel telah dikutuk dan dikatakan musuh Islam. Namun sepertinya Israel tidak bisa dikutuk ada yang mengatakan kalau Israel memang sudah terkutuk, memang Tuhan sendiri sudah janji, jadi apa yang dicapkannya tidak boleh dijilat, jadi apa boleh buat. Bahkan Yesus Kristus pun mati ditangan Yahudi lewat tangan para imam Yahudi, jadi secara tidak langsung umat Kristen pun mengutuk Yahudi, seperti Vatikan dan Gereja-Gereja dunia yang melarang anggotanya untuk bergabung dalam organisasi bentukan Yahudi seperti freemasonry, templar, kabbalah, dll
Lalu apakah benar tindakan rakyat Indonesia mengutuk Israel si Yahudi? Arab tidak suka dengan Israel sudah dari dulu sejak jaman nabi Ibrahim or Abraham, dia punya anak dari Hagar budaknya dan dinamakan Ismail dari sini kemudian menjadi moyang bangsa Arab dari Sarah istri tercintanya lahir anak Yakub, Yakub inilah yang disebut sebagai israel, yakub punya 12 anak yang kemudian menjadi 12 suku Israel. Hagar dan Ismail akhirnya di usir, dari sini bangsa Arab dendam dengan keturunan Israel. Klo Kristen sudah jelas dari aliran yang dianggap menyimpang dengan ajaran Kristus yang pada akhirnya terjadi banyak pembunuhan di Eropa pada jaman kegelapan, tapi sebenarnya lebih ke arah peperangan pihak kerajaan dengan para penemu mata uang karena Bank yang menemukan memang Yahudi, silahkan lihat sejarah terbentuknya Bank yang mengakibatkan Yahudi menguasai perekonomian.
Lalu apa sangkut pautnya Indonesia dengan Israel? sebenarnya tidak ada…. jadi sebenarnya selama ini yang sibuk-sibuk perang dan ini itu adalah ketiga golongan tadi, tapi ketiga golongan tadi memang mempunyai keturunan yang banyak di dunia terutama Indonesia ini, Arab dan Eropa, (Vatikan, Kristen) sudah jelas. Yahudi tidak, jarang di ketahui untuk pertama saya akan memberi tahu suku Minangkabau yang katanya keturunan Yahudi terlepas ini benar atau tidak terserah anda tidak penting juga untuk percaya atau tidak. Saya anggap ini hanyalah cerita boongan yang bagus di buat novel.

 
Suku minangkabau
 
Yahudi
B’nai Jacob (Minangkabau), Suku Yahudi yang hilang dari Sumatera Barat??
Hampir semua orang Minang percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari dataran tinggi di Sumatera yang dipimpin oleh Raja Alexander Agung atau Izkandar Zulkarnain..
Menurut Sejarah Kristen, raja tersebut hidup dari zaman 356 SM sampai 323 SM
Dia juga dikenal sebagai Raja Alexander III dari Macedonia, seorang pemimpin militer yang paling berhasil sepanjang zaman dan dianggap tidak bisa dikalahkan dalam setiap pertempuran. Di zamannya, dia sudah menguasai kebanyakan daerah yang sudah dikenal.
Ayahnya adalah Philip II yang menyatukan kebanyakan kota2 di dataran utama Yunani dalam kepemerintahan Macedonian dalam sebuah Negara federasi yang disebut Persatuan Corinth (League of Corinth)
Raja Alexander menguasai daerah-daerah termasuk Anatolia,Syria,Phoenicia,Judea,Gaza,Mesir
Bactria,Mesopotamia (Irak),dan dia memperluas batas-batas imperiumnya sejauh Punjab,India.
Menurut AlQuran, Zulkarnain juga sempat mengunjungi China dan membantu membangun Tembok Besar China
Alexander menyatukan banyak suku-suku asing ke dalam kesatuan tentaranya, yang akhirnya membuat para cendikiawan menganggap dia sebagai seorang Bapak Penyatuan. Dia juga
Mendorong pernikahan antara tentaranya dengan suku2 asing tersebut,dan dia sendiri juga menikahi 2 putri dari suku-suku asing tersebut
Daerah paling terpopular yang pernah ia kuasai adalah Alexandria (Mesir) atau dalam bahasa arab Iskandariyah,dinamai sesuai namanya.
Al Quran menyebutkan Raja Alexander dalam beberapa ayat antara lain Al Kahfi 83-89
Diantara tentaranya, ada beberapa suku Yahudi yang ikut yang dikenal sebagai B’nai Jacob (Anak dari Nabi Yakub)
Hari ini,para keturunannya menyebut dirinya sebagai orang Minangkabau, yang didapat dari kata-kata generasi mereka sebelumnya “Bainang Ka Yakubu” atau aslinya B’nai Yakub
(sesuai lidah generasi pertama)
Selama kunjungan Alexander ke Asia Timur,Pernikahan besar-besaran antara tentara Alexander dan suku asli Asia timur terjadi sesuai perintah Alexander,karena China adalah tempat yang sangat damai untuk beristirahat,dan tentu saja,karena raja tidak membawa wanita di dalam tim tentaranya.
Dan hasilnya, pria dari suku Yahudi B’nai Yakub menikah dengan wanita-wanita dari suku di China dan membawa kebudayaan dari masing-masing adat.
Dari Cina, Raja melanjutkan berlayar ke Laut Cina Selatan dan memutari Selat Malaka menuju pantai barat Sumatera.
Beberapa keluarga percampuran Yahudi-China tersebut memutuskan untuk menetap, yang lain mengambil rute lain ke India dari jalur Nepal
Ketika mereka sampai diantara pulau Siberut dan dataran utma Sumatera mereka dapat Melihat puncak Gunung Merapi.
Jika anda pergi naik Speedboat dari Pelabuhan Ikan Padang,Muara dan pergi ke Pulau Siberut, sekitar 2 jam setelah meninggalkan pulau utama, dengan cuaca yang baik,anda akan bisa melihat Gunung merapi nun jauh disana. Kelihatan mistik. Sekitar 4 jam dengan boat dari Padang ke Pulau Siberut.
Merapi adalah sebutan sekarang,kata ini diturunkan dari kata “Marave”, bahasa Aram yang berarti “tempat yang paling tinggi”
(ada lagu daerah yang terkenal yang diambil dari cerita kuno yang mengatakan “Sajak
Gunuang Marapi sagadang talua itiak.” Yang berarti “sejak Gunung Merapi sebesar telur itik)
Bahasa Aram adalah bahasa Ibu dari Bahasa Arab dan Ibrani.Bahasa ini dipercaya sebagai bahasa yang dipakai Nabi Ibrahim A.S dan dan tidak diragukan lagi begitu juga dipakai Raja Alexander juga.
Di dekat Gunung Merapi, Raja menemukan tempat yang sesuai untuk mengakhiri perjalanan. Dia meminta tentaranya yang menikah untuk memulai membuat tempat yang lebih permanent.
Dalam istilah kuno orang Minang, Kata yang berarti memulai untuk membuat tempat perlindungan adalah “taruko” yang ternyata berakar dari bahasa Aram “tarukh” atau “tarack” dan bahasa Ibrani.
Alexander kemudian wafat disana dengan damai dan dikuburkan di pemakaman mewah bernama Pariangan (Taman Pharaoh)
Hari ini,pengunjung dapat dengan mudah menemukan kuburan sepanjang 7 meter disana dan itu diyakini sebagai tempat peristirahatan raja (saya pernah mengunjungi tempat itu tapi tidak memiliki kesempatan untuk secara tepat mengukurnya)
Salah satu istri Alexander Boendo Kendon (bahasa Aram yang berarti isteri yang tercinta) melahirnkanseorang anak satun2nya yang bernama Than Kendon (bahasa Aram yang berarti Anak tercinta) atau sekarang lebih dikenal sebagai Dang Tuanku
Sebelum wafat, Alexander mewariskan satu set peraturan yang disebut Tamvo Alam (bahasa Aram yang berarti Kitab Pengakuan”) yang menjelaskan adat-adat untuk rakyatnya
(Hari ini,orang Minang masih bersandar kepada buku petunjuk tersebut untuk memecahkan masalah dan kompleksitas yang terjadi di komunitas mereka)
Kitab yang sekarang disebut “tambo” menyebutkan aturan2 tertentu yang sangat tegas
Mengenai matrilinear yang juga sangat umum dipakai oleh bangsa yahudi sekarang
Aturan Matrilinear sekarang disebut sebagai Ad Tho’t,Bahasa aram untuk “kepatuhan” atau Adat.
Adat mengatur bahwa, seluruh barang termasuk harta warisan tidk terbatas hanya tanah saja,rumah dan sawah hanya boleh diberikan kepada wanita saja
Catatan:
Islam datag ke dataran Minangkabau kira-kira pada abad ke 13 dang mendapatkan tentangan keras dari Kaum Adat. Ketika Ajaran wahabi datang, pada abad ke 18, sebuah kompromi terjadi antara agama dan adat Minangkabau dan dikenal sebagai Adat Basandi Syara’,Syara’ Basandi Kitabullah (adat bersendi Syariat Islam,Syariat Islam bersendi Al Quran)
Sistem Matrilinear masih menyisakan jejak2nya sampai Sekarang.Bahkan Sheikh Minangkabauwi, seoran ulama kelahiran Sumatera Barat memutuskan untuk menetap dan menjadi imam di masjidil haram di mekkah ketimbang kembali ke kampong halamannya untuk menunjukkan ketidaksukaanya terhadap system yang dia sebut kafir.
Untuk menjaga dan menyakinkan Adat benar-benar menjadi pola-pola perilaku Kaumnya, raja Alexander menunjuk penasehatnya yang bernama Raphael (Perpatih) dari suku B’nai Yakub dan Tun Gong (Tumenggung) dari suku China
Rafael memimpin dan menjaga kepentingan keluarga Carta (Koto) dan Phillip (Piliang) sedangkan Tun Gong memimpin keluarga Bong Ti (Bodi) dan Chan Yah Goh (Chaniago).
Setelah itu,semua keturunan Perpatih dan Tumenggung dianugrahi gelar “Datuk” yang berasal dari nama “Dan Tuanku” yang meninggal di usianya yang cukup muda
Dilihat dari kesamaan dengan atribut bangsa Yahudi seperti aturan warisan berdasarkan matrilinear dan karakternya yang berbeda dengan rata-rata orang Indonesia kebanyakan, Seorang dari suku Minang tidak jarang diprediksikan sebagai “Bangsa Yahudi Indonesia”
Tapi sayang,kerabatnya di Israel mungkin tidak terlalu senang mendapat berita ini karena
Fakta menyebutkan bahwa semua orang Minang adalah umat Muslim


Source:
Minggu, Juni 26, 2011 | 0 komentar |


Sala Lauak Khas Pariaman

http://multiply.com/mu/dhianhery/image/2/photos/upload/300x300/R7vM8woKCnIAAEWEjeg1/DSC06946.JPG?et=rof7CqNUjbZCakdWQHqdXw&nmid=82822693

Deskripsi:
Panganan yang satu ini berasal dari Sumatra Barat, khususnya Pariaman. Karena Nenek saya berasal dari Nareh, Pariaman shg Mama saya sering membuat makanan ini. Tapi Saya belum pernah mengunjungi kota Padang. Walaupun demikian, budaya, masakan, Falsafah dan kehangatan urang awak sudah menjiwai dan mengalir dalam diri saya.

Makanan traditional ini mungkin sudah jarang ditemui, kecuali di Pariaman. Untuk itu perlu dipertahankan nilai tradisionalnya. Rasanya gurih karena dari tepung beras dan isi dalamnya ada ikan asinnya... ada irisan daun kunyit... so cita rasa makanan ini Khas...banget. Enak dan mengenyangkan. Apalagi dingin2 dan ditemani sama Teh Manis....


Bahan-bahan:
400g tepung beras
500 ml air mendidih, campur dengan 1/2 bks royco rasa sapi
1 Ikan asin peda, goreng dan suwir2
2 lb daun kunyit segar, iris halus

Bumbu yang dihaluskan:
8 cabe merah
5 siung bawang merah
3 siung bawang putih
2 cm kunyit
2 cm jahe
1/2 sdt garam


Petunjuk
1. Letakkan tepung beras dalam wadah
2. Masukkan bumbu halus dan irisan daun kunyit
3. Masukkan 500 ml air mendidih sedikit, sedikit sambil diaduk dgn sedok kayu
4. Bila sudah agak dingin uleni dengan tangan sampai kalis
5. Ambil adonan sebesar bola pimpong, masukkan ikan asin kedalamnya
6. Tutup kembali (bentuknya jangan terlalu bulat, asal saja)
7. Goreng dalam minyak panas sampai kuning kecoklatan dan matang
8. Sajikan
 
Minggu, Juni 26, 2011 | 0 komentar |


Penjual Es krim Keliling yang Sering Dikejar Polisi

klik untuk melihat foto
Tanah rantau yang menjanjikan telah membawa langkah Dison untuk menyebrang ke negeri Jiran Malaysia. Ia mendengar dari kakak dan saudaranya yang telah lebih dulu merantau, bahwa di Malaysia bisa hidup lebih baik dengan penghasilan yang lumayan untuk ukuran Indonesia. Makanya begitu selesai SMA, sempat menganggur dua tahun, ia memutuskan untuk mengikuti kakaknya.

Dison (50) yang bernama asli Badrus itupun melakukan segala cara agar sampai di Malaysia. Iapun menjadi penumpang gelap dan bahkan menjadi pendatang haram untuk jangka yangcukup lama di Malaysia. Dengan bekal tekad, dari Solok, kampungnya, Dison berhasil sampai ke Malaysia

Pada awalnya, ia hanya menumpang di tempat saudara dan mencoba mencari pekerjaan. Namanya merantau, harus bisa bertahan, ia melakoni apa saja yang bisa ia perankan. Ia pernah menjadi kernet truk, supir truk, dan supir taksi. Tetapi pekerjaan seperti itu menurutnya sangat beresiko, apalagi dengan bekerja pada orang lain.

“Kalau orang Padang kan ndak mau diperintah-perintah. Maunya bekerja sendiri, tidak dengan orang lain. Awak ndak enak kalau diperintah orang. Apalagi kalau orang atau majikan kita itu agak keras dan kasar,” ungkapnya kepada padangmedia.com suatu kali ketika bertemu di Kualalumpur.

Karena alasan itulah, menurut Dirson orang Padang banyak “manggaleh”. “Biarlah jualan di kaki lima tetapi memang usaha sendiri. Tidak dengan orang lain,” katanya beralasan.
Sebagai anak petani, yang hidup dalam ketidakcukupan di kampungnyua, Dison sudah bertekad harus berhasil di rantau. Meski tak jadi pengusaha besar, tetapi hidup bisa berkecukupan dan membantu orang tua di kampung, baginya sudah lebih dari cukup. Makanya ia tekadkan dalam hatinya, harus bisa. “Kalau mau bekerja keras, mau berusaha, dimanapun kita akan bisa,” ucapnya .

Ia juga melihat ada beberapa orang kampungnya di Kualalumpur yang hanya bekerja sebagai penjahit atau di pabrik, yang berpenghasilan lumayan. Mereka bekerja sebulan di Malaysia, kemudian pulang ke kampung seminggu membawa uang dalam jumlah besar. “Banyak orang kampung saya seperti itu. Sampai sekarang juga masih ada yang begitu. Mereka kerja disini sebulan dapat gaji, pulang seminggu. Karena keluarganya masih di kampung. Ada juga bujangan. Mereka pulang bawa uang 4 – 5 juta rupiah. Kalau mereka gunakan ongkos ke kampung satu juta pulang pergi, artinya masih sisa 3 juta untuk keluarganya. Kan lumayan buat hidup keluarganya. Kalau mereka di kampung, belum tentu dapat gaji sebanyak itu,” jelas Dison.

Merasa kurang nyaman bekerja sebagai supir, Dison kemudian mencoba berjualan. Namun jika berjualan sendiri, ia butuh modal. Bekerja sebagai karyawan di toko juga tak nyaman baginya. Akhirnya ia mencoba menjual es berkeliling dengan sepeda motor. Ia mengajukan permohonan pada Es Polar, salah satu produk es krim yang cukup laris di Kualalumpur. Es krim dengan rasa nangka, duren dan coklat. Es krim itu dimasukkan kedalam kerupuk kerucut atau disisipi dengan roti. Harganya Cuma sepuluh ringgit.

Persyaratan untuk menjadi penjual keliling es krim itu tidaklah sulit. Hanya dibutuhkan kemahiran memandu sepeda motor dan membawa dagangannya berkeliling ke tempat-tempat keramaian. “Sebelumnya saya juga sudah mencoba dengan es krim merek lain. Tapi dari cerita kawan-kawan yang juga berjualan produk yang sama, saya beralih pada merek es ini. Peraturannya tidak begitu ketat. Kita cuma mengambil barang, menjualnya. Kalau sisa, kita kembalikan. Jadi tak beresiko,” katanya.

Agaknya, Dison mulai betah dan hingga sekarang masih bertahan dengan produk es krim itu setelah 13 tahun. Ia merasa “enjoy” tidak diperintah orang, tidak beresiko dan berpenghasilan lumayan. Keuntungan dari berjualan es krim ini menurutnya lumayan. Dagangannya laris manis, apalagi bila ada keramaian seperti pameran dan pagelaran yang mendatangkan orang banyak. Ia sering mangkal di gedung UMNO dimana di tempat itu sering di gelar pameran.

Mulai jam 12 siang, ia sudah mengusung es krimnya dengan sepeda motor berkeliling Kualalumpur. Jika ada keramaian, ia akan memarkir sepeda motornya selang beberapa jam. Hingga jam 7 malam ia kembali ke perusahaannya menyetor uang dan sisa barang. Menurut pengakuannya, dalam sebulan ia berhasil mengumpulkan uang sekitar 4000 ringgit bahkan lebih kalau banyak iven.

“Dalam sebulan saya harus mencarikan uang sebanyak 3000 ringgit. Itu wajib, untuk listrik, telfon, belanja anak, makan dan kebutuhan sehari-hari, julo-julo dan sekolah anak. Alhamdulillah, adalah simpanan sedikit,” ungkapnya polos.

Selama 13 tahun lebih menjadi penjual es krim, dari hasil tabungannya ,Dison sudah memiliki sebidang tanah. Meski tak menjelaskan dengan pasti, ia memperkirakan tanah itu bernilai 80 juta rupiah. Ia tengah mempersiapkan tabungan untuk membangun rumah diatas tanahnya itu. “ Saya punya keluarga disini. Saya bertekad harus punya rumah sendiri untuk istri dan anak-anak,” ujarnya.

Sejak merantau ke Malaysia, awalnya, ia belum berpikir untuk berkeluarga. Tekadnya hanya bekerja, mencari uang dan membantu orang tua di kampong yang hanya hidup pas-pasan. Namun karena usianya sudah tergolong pantas berumah tangga, orang tuanya mendesak agar ia menikah. Maka dijodohkanlah ia dengan wanita sekampungnya. “Saya menikah dengan orang satu kampong. Dijodohkan keluarga. Setelah menikah saya bawa ke sini,” tambahnya.

Dari pernikahan itu, Dison dikaruniai dua orang anak, satunya kelas 3 SMA dan Kelas V SD. Kedua anaknya sudah menjadi warganegara Malaysia karena lahir di sana. Sementara Dison sendiri, merasa belum yakin akan mengubah kewarganegaraannya. Ia masih tercatat sebagai warga Negara Indonesia meski hampir 30 tahun hidup di Negara jiran itu.

Apakah ia tak berniat memiliki usaha atau toko sendiri? Tentu saja niatnya ada. Namun ia tak mau menanggung resiko dan dipusingkan dengan hal-hal menyangkut bisnis. Jika memiliki toko, ia harus memikirkan sewa toko, gaji karyawan dan biaya lainnya yang akan memusingkan kepalanya. Meski dengan pekerjaannya berkeliling seperti sekarang juga masih menghadapi resiko, tetapi menurut ukurannya, masih bisa diatasi.

Selama berjualan keliling Dison mengaku sering dikejar-kejar polis diraja Malaysia karena berjualan di tempat yang tidak boleh parker. Kalau sudah begitu, ia cepat-ccepat menaiki sepeda motornya, mengarahkannya ke tempat lain. Bahkan saat dikejar polisi ia sedang menyiapkan es krim untuk pembelinya. Belum sempat dibayar, polisi datang memburunya. Ya, Dison tidak peduli dengan uang pembelian, langsung saja tancap gas.

Resiko lain, katanya, cuma lantaran cuaca. Misalnya hujan, atau udara agak dingin, maka penjualannyapun melorot turun. Beberapa resiko lain dalam berjualan keliling itu, menurut Dison masih bisa ditoleransi. Tetapi bila memiliki toko sendiri, pikirannya akan tersita banyak dan sangat memusingkan. “Saya tidak mau pusing. Biarlah seperti ini saja,” tukasnya. (dodo/nit)

source:
Minggu, Juni 26, 2011 | 0 komentar |