Jakarta (ANTARA News) – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) segera menghentikan download (unduh) ilegal konten musik digital di dunia maya yang potensi kerugiannya mencapai Rp12 triliun per tahun.
“Hal ini dilatarbelakangi adanya concern dari sejumlah pelaku industri musik mengenai maraknya download konten ilegal untuk musik digital di internet,” kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Gatot S. Dewa Broto, di Jakarta, Rabu.
Pihaknya memperkirakan potensi kerugian dari download ilegal itu mencapai Rp12 triliun pertahun dengan penjualan musik digital dari internet tanpa persetujuan dari pemegang hak cipta.
Kondisi itu, kata Gatot, berpotensi mendestruksi industri fisik rekanan (industri kaset, CD, dan DVD legal) secara bertahap.
“Pelaku industri musik juga berharap agar kami memfasilitasi perlindungan karya atau hak cipta dalam dunia maya,” katanya.
Ia menegaskan upaya itu dilakukan karena ada beberapa dasar hukum yang dapat digunakan untuk melindungi hak cipta di dunia maya tersebut.
Dasar hukum yang digunakan di antaranya UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya Pasal 25 yang menyebutkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu juga pada pasal 32 ayat 2 dan pasal 48 ayat 2 di UU yang sama.
“Ancamannya pada pasal 48 ayat 2, pidana penjara paling lama sembilan tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar,” katanya.
Gatot menambahkan, masalah perlindungan hak cipta sendiri diatur dalam UU nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
“Mengingat masalah download konten ilegal ini cukup sensitif, maka kami meminta kalangan industri musik untuk harus membuat grup penilai yang menetapkan atau membuat kepastian terhadap konten ilegal yang perlu diblok,” katanya.
Dengan demikian, secara teknis Tim Trust Positif yang selama ini bersama para penyelenggara Internet Service Provider melakukan pemblokiran terhadap konten pornografi berdasarkan alamat web dalam melakukan pemblokiran konten musik ilegal tanpa terkendala.
Menurut dia, nilai sensitivitas lainnya adalah kegiatan itu sama sekali tidak untuk memupuk kreativitas masyarakat dalam memperoleh karya seni karena fakta menunjukkan hal itu sudah cukup menggejala di kalangan masyarakat.
“Hanya saja yang diperlukan adalah kesadaran bersama untuk mematuhi ketentuan yang ada,” katanya.
Oleh karena itu, Gatot menambahkan, perlu ada sosialisasi mulai 27 Juli 2011 dengan tujuan untuk mengkondisikan pada masyarakat mengenai rencana pemblokiran tersebut.
“Bahkan dimungkinkan untuk memperoleh masukan, saran, dan kritik bagi tujuan penegakan hukum yang tetap mempertimbangkan berbagai aspek dan kreativitas masyarakat,” demikian Gatot S. Dewa Broto.
(*)