Penggalan lirik lagu gamad Minang di atas, memang terbukti sekali kenyataannya. Lirik itu memberi gambaran, betapa Pesta Tabuik yang menjadi ritual budaya di Kota Pariaman, sangat ditunggu urang piaman, baik yang ada di kampung halaman --Kabupaten Padangpariaman dan Kota Pariaman-- ataupun yang berada di perantauan. Tak hanya mereka, orang lain, termasuk wisatawan domestik dan mancanegara, menjadikan ritual ini sebagai event yang wajib ditonton. Mengingat keunikannya yang jelas berbeda dengan ritual yang sama di Bengkulu.
Ritual Tabuik di Kota Pariaman hampir sama dengan Taksiyah di negara Iran yaitu menggambarkan kisah Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW yang meninggal dipancung musuh-musuhnya di Padang Karbala, Irak. Adalah tradisi kaum Syiah di Irak meratapi peristiwa itu, yang kemudian tradisi tersebut meluas ke berbagai negara muslim. Di Indonesia, selain di Pariaman, ritual mengenang peristiwa meninggalnya cucu Rasulullah juga diadakan di Bengkulu. Namun, pelaksaan tradisi itu juga menjadi berbeda-beda di setiap tempat.
Di Pariaman, Festival Tabuik ini telah dimulai pada tahun 1824. Ketika itu, pelaksanaan pertamanya diprakarsai para pedagang Islam beraliran syiah yang datang dari berbagai daerah dan negara, seperti Aceh, Bengkulu, Arab dan India. Karena tidak ada penolakan terhadap tradisi tersebut oleh masyarakat Pariaman, kemudian perayaan Tabuik itu dilaksanakan setiap tahun.
Pesta Tabuik dulu dikenal sebagai ritual tolak bala, yang diselenggarakan setiap tanggal 1-10 Muharram. Lokasi utama Pesta Tabuik biasanya berada di obyek wisata Pantai Gandoriah, sekitar 65 kilometer arah utara Kota Padang. Tabuik dilukiskan sebagai 'Bouraq', binatang berbentuk kuda bersayap, berbadan tegap, berkepala manusia (wanita cantik), yang dipercaya telah membawa arwah (souls of the) Hasan dan Husein ke surga. Dengan dua peti jenazah yang berumbul-umbul seperti payung mahkota, tabuik tersebut memiliki tinggi antara 10-15 meter.
Puncak Pesta Tabuik adalah bertemunya Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Kedua tabuik itu dihoyak dengan diiringi alat musik tambur dan gendang tasa. Pada sore harinya kedua tabuik ini digotong menuju Pantai Gandoriah, dan menjelang matahari terbenam kedua tabuik dibuang ke laut. Dikisahkan, setelah tabuik dibuang ke laut, saat itulah kendaraan bouraq membawa segala arak-arakan terbang ke langit (surga).
Sebagaimana pesta rakyat, maka Pesta Tabuik berlangsung sangat meriah. Biasanya juga diramaikan dengan sejumlah pentas kesenian oleh anak nagari, seperti tari-tarian hingga debus ala Minang. Pengunjung pun selain dapat menyaksikan hoyak tabuik dan pembuangan tabuik ke laut, juga dapat membeli oleh-oleh mulai dari souvenir hingga makanan khas seperti sala lauak (penganan dari goreng tepung yang berbentuk bola-bola) dan ikan maco Pariaman yang terkenal gurih. Selain itu juga ada makanan khas Pariaman nasi Sek yang tersedia di pondok-pondok makan yang ada disepanjang Pantai Pariaman.
Sebagai potensi obyek wisata, Pesta Tabuik juga membawa dampak ekonomis yang akan dirasakan oleh masyarakat Kota Pariaman, diperkirakan ratusan juta lebih perputaran uang terjadi saat Pesta Budaya Tabuik Piaman. Oleh karena itu Pesta Budaya Tabuik Piaman menjadi event pariwisata wajib tiap tahunnya di Kota Pariaman.