Fatner


Pengikut

Batik Tanah Liek Dan Sulam Bayangan Dipatenkan

batik sungayang pesisir dipatenkan
Batik Tanah Liek dan Sulam Bayangan  kebanggan masyarakat kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) diakui legalitas dan kebaradaanya.

Pengakuan ini ditandai dengan diterimanya hak cipta ekspresi Folklor Batik Tanah Liek dan hak paten Sulam Aplikasi Timbul dan Sulam  Bayangan oleh ketua Dekranasda Pessel, Wartawati Nasrul. 

Penyerahan yang dilakukan melalui bupati Pesisir Selatan Nasul Abit itu, dilaksanakan  pada  upacara gabungan semua SKPD di halaman kantor bupati setempat Senin kemarin.

Sertifikat dua jenis kerajinan milik masyarakat kabupaten Pesisir Selatan yang dilahirkan  oleh kementrian hukum dan HAM RI ini, memang didasari kerena Sulam Bayangan dengan motif Tanah Liek itu tidak dimiliki oleh daerah lain. Dua jenis ini sekarang sudah mulai mendunia, sebab sering tampil diberbagai iven dan pameran baik yang dilakukan di dalam daerah, nasional maupun luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.

Ketua Dekranasda Pessel, Wartawati Nasrul, usai menerima sertifikat ini menjelaskan bahwa  dua jenis kerajinan yang memiliki spesifik tersendiri itu memang  tidak dimiliki oleh daerah lain.

"Motif tanah liek dan sulam bayangan ini, keberadaanya hampir saja punah atau hilang di telan zaman. Ini sangat terasa ketika tahun 2006 lalu Dekranasda Pessel melakukan inventarisir kekayaan seni buda yang dimiliki, terutama yang bersifat kerajinan," ungkapnya.

Ditambahkanya, sulam bayangan pada tahun 2006 lalu hanya dilakoni oleh satu pengrajin saja. Yakni di negari Barung Barung Belantai kecamatan Koto XI Tarusan.

Tidak berkembangnya usaha kerajinan sulam bayangan saat itu, memang disebabkan karena kurangnya promosi dan juga bersifat monoton. Karena persoalan itu, sehingga dijadikanlah sebagai sasaran pembinaan agar bisa berkembang sebagai mana saat ini.

"Dulu sulam bayangan ini hanya sebagai bahan dasar Mukenah, sekarang sudah dikembangkan untuk dasar pakaian selendang dan lainya," jelasnya.

Kondisi yang tak jauh beda juga dialami motif khasnya Pesisir Selatan yakni tanah liek. Sebelas jenis motif itu dinilai akan bisa menjadi duta ranah Pesisir Selatan di masa depan. Sehingga perlu untuk dibangkitkan kembalai. Upaya ini cukup membuahkan hasil, sebab permohonan yang diajukan tanggal 11 Agustus 2008 ke Menkum HAM ini telelah membuahkan hasil. Begitu pula untuk jenis sulam bayangan yang permohonanya dilakukan tanggal 18 September 2008, satu bulan setelah permohonan batik tanah liek.

"Proses pangakuan ini memang melalui proses yang cukup panjang, sebab harus melalui uji dan verifikasi dulu, sebab bila salah dalam membuat keputusan sebagai mana sertifikat yang diterima saat ini, bisa mendapat komplain dari daerah lain," terangnya.

Dengan telah diterimanya serifikat ini, maka Pesisir Selatan telah memiliki dua jenis produk kerajinan rakyat yang akan manjadikan daerah ini dikenal. Selain itu, juga menjadi peluang baru pula dalam membuka lapangan kerja baru.

"Jaminan ketersedian produk ini akan menambah kepercayaan konsumen untuk bekerjasama dalam hal pemasaran. Sebab jenis ini bukan saja digemari oleh masyarakat lokal, tapi juga dari luar negeri," tutupnya. (yo)

 source:minang-today.com
Jumat, Agustus 26, 2011 | 0 komentar |


Menyigi Pasar Bandaaia Pasie Nan Tigo, yang Dikelola Kaum

Ilustrasi
Pasar Bandaaia, Pasie Nan Tigo, Kototangah dibangun dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Warga di sana menolak campur tangan Pemko dalam pembangunannya. Alasannya sederhana, mereka tidak mau “cengkeraman” Pemko lebih besar dan menghilangkan peran warga. Seperti apa geliat ekonomi di sana?

DARI kejauhan, tampak kapal-kapal nelayan tertambat di bibir pantai. Agak sedikit jauh ke tengah, tampak pula kapal bagan. Mereka baru saja menyelesaikan bongkar muat ikan hasil tangkapan semalam.

Sementara itu, sejumlah ibu-ibu dan para bapak sedang asyik memilih ikan yang baru saja dibongkar. Anak-anak mereka juga ikut berjibaku proses bongkar muat dan pemilahan ikan itu.

Tak sunyi di pagi itu. Suara teriakan sahut menyahut. Para pedagang dengan ramah memanggil pembeli sembari mempromosikan kualitas ikan segarnya. “Bali da, ni , pak, buk,” seru penjual ikan berebut konsumen.

Di sudut lain, para pedagang bersitungkuslumus mengupas kelapa, mengaduk tepung, dan menggiling cabai. Suasana keakraban begitu kental, khas pasar tradisional. 

Pasar Bandaaia yang berada di dekat Pantai Pasiejambak dengan luas sekitar satu hektare itu, saban pagi memang ramai dikunjungi pembeli. Ya, dari dulunya.

Para pengunjung datang dari penjuru Kota Padang.
Sejak beberapa bulan terakhir, aktivitas Pasar Bandaaia semakin ramai. Terlebih, sejak pasar direlokasi agak jauh dari bibir pantai, yakni ke tanah kaum Suku Sikumbang. Pasar ini dibangun tahun 2000 dan dikelola Rosmawir, ninik mamak Suku Sikumbang.

Relokasi pasar dilakukan karena rawan abrasi. Lihat saja, bekas lokasi pasar yang dulunya di bibir pantai, kini hilang tanpa bekas diterjang gelombang pasang.

Dulunya, di pasar ini, para pedagang hanya menjual ikan di atas meja seadanya. Kondisinya pun semrawut. Lelaki berumur 60 tahun itu, kemudian melakukan penataan dengan membangun los-los kecil sehingga dagangan bisa rapi dan tak berserakan.

“Setiap meja dikenakan pungutan Rp 3.000 per hari. Rasanya tidak memberatkan para pedagang,” ujar Rosmawir kepada Padang Ekspres, kemarin (28/7).

Tahun 2003, Pasar Bandaair “naik kelas”.  Romawir bertekad meningkatkan pembangunan pasar. Dia mengubah bentuk pasar yang dulunya hanya meja, menjadi berbentuk kios. Pasar tampak lebih hidup dan semarak. Alhasil, para pengunjung terus bertambah. Pasar pun semakin ramai.

Kios-kios yang selesai dibangun disewakan kepada pedagang. Harganya Rp 2 juta setahun. Kehadiran pasar memberi banyak peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Selain berdagang, mereka juga bisa menyediakan jasa transportasi ojek dan tukang angkut.

Rosmawir mengungkapkan, beberapa kali petugas dari Dinas Pasar datang dan menawarkan untuk membangun pasar tersebut. Namun, dia menolak karena tak mau ada masalah di kemudian hari.

Dia takut, jika pasar diserahkan ke Pemko, maka haknya sebagai pemilik akan hilang. Padahal, pasar dibangun di atas tanah sukunya. Dari pasar itu, Rosmawir mendapatkan penghasilan lumayan. Bahkan saat ini dia sudah mendaftarkan diri untuk naik haji.

Ada 200 pedagang di pasar tradisional itu. Dengan jumlah kios mencapai 100 unit plus beberapa lapak-lapak meja di pinggiran pantai. Rosmawir memperkirakan ada seribu orang yang berkunjung ke pasar itu setiap paginya.

Aktivitas pasar berlangsung setiap paginya dari pukul 07.00 sampai Pukul 12.00. Para pembeli berasal dari kompleks Mutiara Putih, Lubuk Gading Permai, Kompleks Singgalang, Permata Biru dan Bumi Serdang Damai. Bahkan, ada pedagang ikan keliling dari Lubukalung berbelanja ke sini.

Armen, pedagang makanan di pasar itu mengatakan, mulai berdagang sejak tujuh tahun lalu dengan mengontrak kios Rp 2 juta per tahun. Dia mengaku senang berdagang di sini karena semakin ramai. Dari hasil penjualan, dia mengaku bisa menghidupi keluarganya.

“Dulu waktu saya berjualan, kami hanya di pinggir pantai dan semrawut. Sekarang sudah tidak lagi,” ujarnya.
Pembeli juga kelihatan senang berbelanja di sini. Keteraturan dan kenyamanan menjadi alasan. “Ikannya segar-segar dan dekat pula dari rumah. Harganya pun lebih murah dibanding Pasar Raya,” ujar Yuanita, 47, seorang pembeli.

Pemko memang berperan besar dalam pembangunan. Tapi, menunggu segalanya datang dari Pemko, juga tak mengubah apa pun. Masyarakat Bandaaia membuktikan, hanya mereka yang mampu mengubah nasib hidup. (mg10)
Jumat, Agustus 26, 2011 | 0 komentar |


Sejarah Kompetisi Sepak Bola Indonesia

VIVAnews - Mulai musim depan, format kompetisi Indonesia kembali berubah. PSSI di bawah kepemimpinan Djohar Arifin Husin memutuskan untuk merombak total format kompetisi yang sudah berjalan selama ini dan memulainya dari nol.

http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/03/31/108073_persija-vs-persipura_300_225.jpg
Hasil kompetisi Liga Super Indonesia (ISL) dan Divisi Utama musim lalu tidak diakui oleh PSSI. Tim-tim yang seharusnya degradasi dari ISL kini mendapat peluang untuk tampil di kasta tertinggi yang kini disebut dengan Level I.
Liga I akan diikuti oleh 32 klub dan dibagi dalam dua wilayah. Selain berasal dari klub-klub ISL, beberapa penghuni Level I juga berasal dari tim-tim yang sebelumnya berlaga di Divisi Utama namun sudah memiliki badan hukum.
Di kasta kedua, PSSI akan menggelar level II yang diikuti 48 klub dan dibagi dalam 4 grup dengan masing-masing 12 peserta. Karena baru memiliki 34 peserta, PSSI pun membuka lowongan bagi klub-klub asal Divisi Satu.

Ini bukan kali pertama sepak bola Indonesia melakukan perubahan terhadap format kompetisinya. Berikut ini adalah sejarah kompetisi sepak bola di Indonesia.

1931-1994 PerserikatanPada tahun 1931, PSSI membentuk kompetisi sepak bola amatir yang dikenal dengan sebutan Perserikatan. Kompetisi ini melibatkan ratusan klub di Indonesia yang dikelola Pemerintah Daerah dan dibagi menjadi beberapa tingkatan. Juara pertama Perserikatan merupakan VIJ Jakarta yang merupakan cikal bakal Persija Jakarta. Kompetisi ini bertahan hingga musim 1993-94 yang dijuarai Persib Bandung.

1979-1994 GalatamaLiga Sepak Bola Utama (Galatama) merupakan kompetisi semi profesional pertama yang bergulir di Indonesia. Galatama pertama kali diperkenalkan pada musim 1978-79.

Galatama bermain dalam divisi tunggal (kecuali pada musim 1983 dan 1990 terdiri dari 2 divisi).  Galatama merupakan pioner kompetisi semi-professional dan professional di Asia selain Liga Hong Kong.

Klub-klub yang berada di kompetisi ini berdiri sendiri dan tidak mengandalkan pendapatan daerah. Meski demikian, minimnya animo penonton membuat Galatama sulit berkembang. Pamor kompetisi ini kalah dengan liga perserikatan yang mengusung fanatisme kedaerahaan.

Juara pertama kompetisi ini adalah Warna Agung. Kompetisi ini berakhir pada musim 1993-94 seiring dibentuknya Liga Indonesia yang merupakan penggabungan kompetisi Perserikatan dan Galatama.

1994-2007 Liga IndonesiaPada tahun 1994, PSSI menggabungkan Perserikatan dan Galatama dan membentuk Liga Indonesia, memadukan fanatisme yang ada di perserikatan dan profesionalisme yang dimiliki Galatama. Dengan tujuan meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia. Kompetisi ini terdiri dari empat tingkatan yakni Divisi Utama, Divisi I, II, dan III. Tim pertama yang menjuara kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia adalah Persib Bandung. Liga Indonesia beberapa kali mengalami pergantian format dan jumlah peserta.

Berikut format Liga Indonesia sejak musim 1994-95Musim 1994-95: 34 tim, dua wilayah, Barat dan Timur
Musim 1995-96: 31 tim, dua wilayah, Barat dan Timur
Musim 1996-97: 33 tim, tiga wilayah, yakni Barat, Tengah, Timur
Musim 1997-98: 31 tim, tiga wilayah, yakni Barat, Tengah, dan Timur. Kompetisi dihentikan karena situasi politik dan ekonomi di Indonesia tidak memungkinkan melanjutkan kompetisi
Musim 1998-99: 28 tim, tiga wilayah, yakni Barat, Tengah, dan Timur. Masing-masing wilayah dibagi menjadi 2 grup
Musim 1999-00: 28 tim, dua wilayah, yakni Barat dan Timur
Musim 2001: 28 tim, dua wilayah, yakni Barat dan Timur
Musim 2002: 24 tim, dua wilayah, yakni Barat dan Timur
Musim 2003: 20 tim, satu wilayah
Musim 2004: 18 tim, satu wilayah
Musim 2005: 28 tim, dua wilayah, yakni Barat dan Timur
Musim 2006: 28 tim, dua wilayah, yakni Barat dan Timur
Musim 2007-08: 36 tim, dua wilayah, yakni Barat dan Timur. Kompetisi berjalan tidak sesuai waktu yang direncanakan. Dimulai pada 10 Februari 2007 dan berakhir 10 Februari 2008.

2008-2011 Indonesia Super League (ISL)Pada tahun 2008, PSSI menyelenggarakan Indonesia Super League (ISL) sebagai liga sepak bola profesional pertama di Indonesia, menggantikan Divisi Utama sebagai kompetisi kasta tertinggi. PSSI melakukan seleksi ketat bagi tim-tim yang akan berpartisipasi di ISL, meliputi standar stadion, aspek finansial, dan profesionalitas.
Kompetisi ISL sukses diselenggarakan selama 3 tiga musim, yakni musim 2008-09, 2009-10, dan 2010-11, dan rutin diikuti 18 klub dalam satu wilayah. Masalah terjadi pada musim 2008-09 saat muncul Liga Primer Indonesia (LPI) dan tiga tim (Persema Malang, Persibo, Bojonegoro, PSM Makassar) memutuskan membelot di tengah jalan. Namun kompetisi tetap berjalan dan diikuti 15 klub. Persipura menjadi tim yang paling banyak meraih gelar pada kompetisi ini. Mutiara Hitam setidaknya dua kali mengangkat torfi juara, yakni 2008/09 dan 2010/11. Sedangkan Arema FC merebut gelar juara 2009/10.

2011 Liga Primer Indonesia (LPI)Pada 8 Januari 2011 LPI diselenggarakan oleh Konsorsium PT Liga Primer Indonesia yang dimotori oleh pengusaha Arifin Panigoro. LPI tidak berafiliasi dengan PSSI, sehingga menjadi ajang tandingan terhadap Liga Super Indonesia (ISL) yang diselenggarakan oleh PSSI.
Kompetisi ini diikuti oleh 19 klub yang tidak tergantung pada dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) namun mengandalkan dana bantuan dari konsorsium.
FIFA sempat menganggap LPI sebagai breakaway league. Namun Seiring dengan kisruh di tubuh PSSI dan dibentuknya Komite Normalisasi (KN) PSSI oleh FIFA, KN kemudian memutuskan untuk mengakui secara resmi LPI sebagai liga yg berjalan di bawah pengawasan PSSI.

LPI hanya menyelesaikan putaran pertama saja. Selanjutnya, klub-klub LPI mencoba masuk ke kompetisi resmi PSSI melalui jalur merger dengan klub-klub yang selama ini telah menjadi anggota resmi PSSI.
2011 Liga ProKomite Kompetisi PSSI telah memutuskan untuk membagi liga profesional musim depan menjadi dua level. Level I dihuni oleh 32 tim yang akan dibagi dalam dua wilayah, sedangkan level II dihuni 48 tim yang dibagi 4 grup.
Menurut Ketua Komite Kompetisi, Sihar Sitorus, tim-tim yang akan bertanding di level I terdiri atas 18 klub warisan Liga Super Indonesia (ISL) plus 14 klub yang memiliki badan hukum berupa perseoran terbatas (PT).
• VIVAnews
Jumat, Agustus 26, 2011 | 0 komentar |