Logo Sea Games (dok.Seag2011.com)
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Sumatera Selatan mencatat, gelaran PON (Pekan Olahraga Nasional) di Palembang beberapa tahun silam cukup besar pengaruhnya pada peningkatan transaksi seks. Padahal acara ini tidak banyak melibatkan orang asing.
Peningkatan ini teramati dari tingginya distribusi dan penggunaan kondom di kelompok berisiko tinggi, antara lain pekerja seks, kaum homoseksual dan waria. Dibanding hari-hari biasa yang hanya 25 ribu kondom/bulan, selama PON berlangsung angkanya naik hingga 50 ribu kondom/bulan.
Sea Games yang akan dihadiri lebih banyak orang dari berbagai negara dan latar belakang budaya tentunya memberi pengaruh lebih besar. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Sumatera Selatan memperkirakan, peningkatannya akan lebih tinggi dibanding saat PON.
"Memang, sudah ada indikasi peningkatan jumlah pekerja seks. Ini terpantau dari komunitas-komunitas dampingan kami," ungkap Pengelola Program KPA Provinsi Sumatera Selatan, Agusdin saat ditemui di kantornya, Jl Kapt Anwar Sastro, Palembang, Rabu (28/9/2011).
Terlepas dari legal atau tidaknya transaksi seks tersebut, KPA memperingatkan adanya risiko tinggi terjadinya penularan infeksi kelamin. Dampaknya tidak hanya dirasakan pelakunya saja, tetapi bisa juga menulari keluarga saat pulang dan berkumpul kembali dengan pasangan yang sah.
Agusdin mengatakan, KPA tidak punya kewenangan untuk membatasi terjadinya transaksi seks karena memang bukan wilayah kerjanya. Namun pihaknya berkewajiban mengantisipasi dampaknya, antara lain dengan meningkatkan distribusi kondom di tempat-tempat berisiko tinggi seperti hotel dan wisma.
Adanya penolakan dari banyak kalangan yang anti kondom disadari betul oleh KPA, namun Agusdin mengatakan hal itu tidak akan menyurutkan kinerja KPA. Distribusi kondom sebagai alat kontrasepsi maupun pelindung dari infeksi menular akan tetap dilakukan.
Sebagai solusi jangka panjang, Agusdin sepakat bahwa perilaku seks yang sehat dalam arti hanya dilakukan dengan pasangan resmi harus lebih diutamakan. Tentunya tidak cukup hanya dengan penyuluhan, namun perlahan-lahan juga menggiring pada mucikari untuk berwirausaha.
Terkait tingginya penolakan terhadap kampanye kondom, Agusdin menilai faktor kurangnya pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS sangat menghambat. Selain itu, pemberitaan media yang kadang terlalu menyudutkan kelompok marjinal (terpinggirkan) juga turut memelihara stigma negatif tentang kondom.
"Misalnya media serta merta menulis Sumsel menyediakan pekerja seks untuk acara Sea Games, hanya karena kami bilang distribusi kondom ditingkatkan. Miris sekali bacanya, karena peningkatan distribusi kondom tidak selalu demikian mengartikannya. Bisa juga diartikan positif, misalnya kesadaran untuk melindungi diri dari infeksi kelamin meningkat," keluh Agusdin.
source:detik.com